Suara wajan di penggorengan membangunkanku, diikuti oleh umpatan seseorang
dan kemudian suara pecahan kaca—piring mungkin kalau dilihat dari situasinya.
“Uh.. gak biasanya mom masak seheboh ini”. Aku membuka mata perlahan dan
menyadari kalau aku sedang tidak berada di kamarku, dan lebih parahnya aku
tidak mengenakan apapun di balik selimut yang menutupi tubuhku. Aku bangkit dan
duduk di pinggir ranjang. Berusaha mengingat apa yang terjadi padaku semalam.
Oh yah… James.
Setelah kejutan romantis itu, James ‘menculik’ (kalau meminta izin dari
orang tua korban lebih dulu bisa dibilang menculik) kemudian membawaku ke
apartemennya, yang berada tidak jauh dari rumaku—sengaja dia beli agar bisa
menginap kalau dia kebetulan mampir di kota tempatku tinggal. Kami menghabiskan
malam indah berdua, lalu akhirnya, James menggendongku ke kamar, dan yahh.. kau
tahulah apa yang terjadi setelahnya.
Aku tersenyum lebar, hatiku benar-benar berbunga. Segala rasa benci, kesal,
marah, karena kemarin-kemarin dia selalu membatalkan kencan kami, hilang tak
berbekas. Yang ada hanya rasa sayang dan cinta yang semakin tumbuh.
Suara umpatan James terdengar lagi. Apa sih yang dia lakukan pagi-pagi
begini. Aku memungut pakaianku yang berserakan karena ulah James semalam,
cepat-cepat memakainya, mencuci muka, gosok gigi lalu pergi menemuinya di
dapur.
“Kamu ngapain??” tanyaku begitu tiba di dapur.
James menoleh “Hey.. kau sudah bangun??”
“Yeah..” jawabku singkat, mengedarkan pandangan ke isi dapur yang berantakan.
“Habis ada gempa ya??”
“Menurutmu??” James memutar bola mata, dan kembali menekuni aktivitasnya.
Aku terkekeh, mendekat ke arahnya “Kamu ngapain sih??”
“Ini..” dia menunjukkan sebutir telur “Memecahkan benda ini membutuhkan
waktu setahun.”
“bisa ku lihat..” kataku geli, begitu menyadari lantai dapur yang kotor
dengan pecahan-pecahan telur. “Kau tidak pernah diajari ya.. kalau memecahkan
telur itu, tidak dengan membantingnya ke lantai.”
“yah.. ngomong saja sesukamu” James merengut. “Tadinya aku ingin membuat
kejutan dengan menyiapkan sarapan untuk kita, tapi rasanya aku memang
ditakdirkan untuk tidak dekat-dekat dapur.”
Aku tergelak “Hahaha… James, walaupun masakan mu jadi, kau kira aku akan
bersedia memakannya dan menghabiskan sisa hidupku di rumah sakit?? Tidak
terimakasih!”
James manyun, lalu tiba-tiba menyambar tubuhku dan menggelitikiku sampai
terjatuh di lantai.
“hahahahaha.. James hentikan, idiot.” Kataku berusaha mendorongnya menjauh
sambil menendang-nendang.
“Tidak sebelum kau bilang maaf..” James menyeringai nakal.
“hahahaha….oke… hahahaha ma…af… oke.. lepaskan… hahahaha” aku tertawa sampai
mataku berair. James melepaskanku, aku langsung meninju bahunya.
“owh, sakit..” meringis
Aku hanya menjulurkan lidah, tahu dia cuma berpura-pura.
“Jadi, karena sekarang kau sudah bangun, aku rasa kau bisa membantuku dengan
segala macam bumbu dan wajan-wajan ini.” Katanya sembari membantuku bangun.
Aku tertawa “sudah deh, menyerah saja, kau gak bisa masak. Biar aku yang
membuatkan sarapan untuk kita, kau bersihan saja dapur yang berantakan ini”
“Bisa diterima” dia tersenyum lega, lalu mulai membersihkan sisa-sisa
kekacauan yang di buatnya.
Aku mengambil alih tugas James dan mulai memasak sarapan. Satu setengah jam
kemudian kami sudah duduk berhadap-hadapan di meja makan, omelet, daging asap,
pie dan jus jeruk terhidang di meja.
“ Yuuum yuuum, aku laper banget.” James memotong-motong omeletnya, dan
mulai makan. Aku hanya memperhatikannya sambil tersenyum.
“hmmmmmmmm…” dia mendesah kenikmatan.
“Enak??”
“Bwaangweeett” katanya dengan mulut penuh.
“hahah.. James, telan dulu makananmu..”
Nyengir, dia mengunyah dan menelan. “Kamu bakalan jadi istri yang sempurna
deh.”
Aku tersipu, lebih-lebih saat dia menatapku dengan pandangan mautnya itu.
“Jangan menatapku begitu James, kau membuatku malu.” Aku menunduk
“Habiskan saja makananmu.”
Dia tertawa “iya.. iya, darling.. rugi banget aku kalau gak dihabisin. Kamu
juga makan dong.. sini aku suapin, aaaa,, buka mulutnya.” dia menyuapiku pie.
Aku membuka mulutku dan menyambut suapannya. Pagi itu benar-benar pagi yang
sempurna.
***
“Rose liat tv SEKARANG!!!” suara Catty dari seberang telepon kayak kebakaran
jenggot. Dia menelepon sore-sore begini, mengacaukan acara santaiku cuma untuk
menyuruh menonton tv?
“Ada apa sih..??” kataku sewot, aku menumpahkan jusku yang baru saja aku
tuang, karena mendengar teriakannya di telepon.
“Pokoknya penting!! Rose ini soal hidup dan matimu. Ini soal JAMES!!!”
Deg.. nama terakhir menyalakan alarm di otakku
“James kenapa?? Dia baik-baik aja kan??” tanyaku was-was..
“Rose kamu yang bakalan kenapa-kenapa kalau gak liat tv sekarang. NOW
STUPID!!!!”
Aku gak protes dikatain stupid, suara Catty terdengar mendesak sekali.
Terakhir kali dia begini waktu Bruno, anjing kesayangannya ditabrak mobil. Aku
buru-buru ke ruang keluarga dan menyalakan tv.
“Eh.. Cat, aku harus liat saluran berapa??”
“5!!! Cepet dong ahh!!”
Aku menekan remote ke saluran 5.
“Cat ini acara gossip.. kamu tahu kan aku paling……..”
Kata-kataku berhenti di tengah jalan begitu melihat apa yang terpampang di
layar televisi. Gambar buram-- mungkin karena diambil dari jarak jauh, tapi
masih cukup jelas kalau kau memperhatikannya baik-baik-- dua orang muda mudi
yang kelihatannya tengah saling memanggut lidah. Bukan gambar yang cukupvulgar
itu yang membuatku shock. Tapi orang di gambar itu, dia James dan tunggu, gadis
berambut hitam itu bukannya, Miranda!!
Aku terduduk lemas. Telepon masih menempel ditelingaku. Catty berteriak-teriak
panik dari seberang, tetapi aku terlalu kalut untuk menjawabnya, akhirnya aku
menutup telepon itu dan melemparnya entah kemana.
Benarkah itu James? Presenter acara gossip itu tetap melanjutkan ocehannya.
Bahwa James dan Miranda kepergok keluar dari sebuah hotel mewah beberapa hari
yang lalu, dan bahwa mereka terlihat sangat mesra sampai berciuman di tempat
umum. Itu bukan dari scene sebuah film. Itu nyata, murni di luar keperluan
syuting. Aku muak, dan langsung mematikan tv sialan itu.
Air mataku merebak. Aku tak percaya, James yang kurang dari 24 jam yang lalu
mengucapkan kata-kata cinta padaku, membuatku terbang ke langit ketujuh, tega
berbuat seperti ini. Dia bilang dia mencintaiku, dia bilang dia dan Miranda
hanya teman. Tapi apa?!! Kenapa ada gambar seperti itu di media. Semua ucapan
cinta, dan kejutan-kejutan romantis itu cuma bohong. Dia gak pernah benar-benar
mencintaiku.
Aku menagis sesegukan. Aku ingin percaya bahwa ini semua hanya gosip, tapi
gambar itu terlalu nyata untuk disebut gosip. Laki-laki itu benar-benar James.
Jamesku.
Dadaku sakit, aku tidak bias bernafas. Air mata mengalir deras seperti air
terjun. Sampai mom keluar dari dapur dan melihatku menangis.
“Oh.. dear, what happen??”
Dia terdengar khawatir dan merangkulku. Aku memeluknya erat, aku menangis di
bahunya. Mom membelai-belai punggungku, menenangkan. Dia tidak memaksaku
bercerita, dan aku berterimakasih karenanya. Aku tak tahu apa aku bisa
menceritakannya sekarang. Yang aku inginkan sekarang hanya menangis dan
menangis sampai air mataku habis.
***
“kamu baik-baik aja??”
“sudah ya jangan terlalu dipikirin”
“aku kan udah bilang.. semua cowok itu berengsek..”
“Dia gak pantes dapetin cewek baik kayak kamu.”
“Kamu cuma ngabisin waktu selama ini sama dia.”
“Jalan-jalan yuk.. kamu butuh refreshing.”
“Iya.. kita ke mall cuci mata, gak usah pikirin cowok berengsek itu lagi..”
“Mau yah.. Rose…”
Aku cuma menggeleng. Catty dan Jenny sudah lebih dari dua hari
membuang-buang waktu mereka untuk menghiburku. Tapi tidak ada yang bisa mereka
lakukan. Aku sekarang seperti boneka tali yang ditinggalkan pemiliknya. Sejak
hari itu, aku mengurung diri di kamar, menangis, tertidur, kemudian menangis
lagi. Mataku sudah membengkak sebesar bola pingpong. Mom saja sudah menyerah
denganku, setiap hari dia menaruh makananku di depan pintu, yang seringnya
tidak pernah aku sentuh.
Aku tidak ingin melakukan apa-apa. Yang ada di otakku sekarang hanya James
dan pengkhianatannya. Oh.. dia memang menghubungiku setelah berita itu
tersebar, tapi aku sama sekali malas meladeninya. Dia meneleponku
berpuluh-puluh kali, mengirimiku sms bahkan mungkin email. Terakhir, mungkin
karena bosan aku abaikan, dia menelepon ke rumahku, dan mendapat ceramah
panjang lebar dari mom dan dad. Tapi, satu hal yang belum dia lakukan, dia
belum menemuiku secara langsung. Ah yah.. dia artis dan pasti sedang sangat
sibuk.
Tuhan….
Rasanya ingin kau cabik-cabik wajahnya yang menawan itu. Tapi aku gak bisa..
aku sayang banget sama dia. Alasan lain kenapa aku gak pernah mengangkat
telepon ataupun menjawab smsnya karena aku takut dia meninggalkan ku, aku takut
dia minta putus karena sekarang aku sudah tahu bahwa dia dan Miranda ada
“apa-apa”.
“Rose.. mau sampai kapan kamu begini terus??” Catty memandangiku sedih.
“Kamu gak bisa terus-terusan sedih kayak gini, cowok gak cuma satu Rose.”
“Cat benar.. you should get over it. Stop crying and face the truth bravely.
Does he even think about you??” Jenny ikut-ikutan.
“Kalian gak ngerti..” kataku lemah. “James itu cinta pertamaku, aku udah
ngabisin banyak banget waktu sama dia, terlalu banyak kenangan indah buat
dilupain. Aku udah cinta sama dia dari umur 13 tahun…”
“I know.. mungkin kita gak ngerti gimana rasanya, tapi Rose kamu yang selalu
bilang ‘There’s no forever for happiness’ kamu tahu arti kata itu kan,, you
meant it when you say it, right??” Jenny membelai rambutku.
Aku terdiam. Aku tahu mereka benar, tapi aku gak mau mengakuinya. Aku gak
mau dibilang cewek munafik yang cuma bisa ngomong, karena memang begitulah aku.
“Udah deh, kita pergi aja Jen.. biar dia berpikir, aku capek terus-terusan
ngomong sama cewek goblok.” Catty beranjak ke pintu. Aku tahu dia gak
benar-benar bermaksud seperti itu. Dia khawatir banget sama aku, dan begitulah caranya
meluapkan ke khawatirannya. Gak kayak Jenny yang penyabar dan dewasa, Catty gak
sabaran dan cenderung blak-blakan. Kata-katanya terkadang menyakitkan, tapi dia
sobat yang sanag peduli. Dia cuma gak bisa bersikap lebih lembut.
Jenny menoleh ke arahku. Tapi alih-alih membantah, dia berjalan keluar
mengikuti Catty. Aku gak mencegah mereka, aku memang lagi pengen sendiri.
***
Sabtu malam. Aku sendirian di rumah, mom dan dad pergi ke acara reuni SMA
mereka. Sebenarnya mom gak mau ikut, beliu masih khawatir padaku tapi aku
memaksanya pergi. Aku sudah merasa lebih baik, dan aku gak mau mengganggu acara
mereka. Jadi setelah dibujuk dan bersumpah tidak akan melakukan ini itu. Mom
akhirnya pergi, walaupun dengan berat hati.
Aku menghabiskan malam dengan menonton ulang dvd-dvd lama. Cukup bisa
mengalihkan pikiran walaupun tidak bisa menutupi lubang di hatiku.
James. Dia lagi ngapain sekarang. Biasanya kami menghabiskan malam minggu
berdua, tapi sekarang, dia pasti bersama si Miranda itu.
Air mata merebak lagi. Sekarang air mataku seperti keran bocor yang terus
menerus mengucur, kompak banget dengan otakku yang terus-terusan memikirkan
James, membuat bocornya tambah parah.
Bel di pintu menghentikan acara menangisku. Berharap itu dua sahabatku, aku
menarik napas, dan mengelap air mata, bercermin sebentar di koridor sebelum
membuka pintu.
Tapi orang yang paling gak ingin aku temuilah yang menyambutku begitu aku
membuka pintu.
James..
Aku berusaha menutup pintu begitu melihat wajahnya. Tapi James lebih cepat,
dia menahan pintu dengan kakinya, membiarkannya tetap membuka.
“Rose, dengar dulu, aku tahu kamu sudah lihat berita itu, dan aku minta
maaf. Sekarang biarkan aku masuk dan menjelaskan semuanya.
Dia mengatakannya dalam satu tarikan napas, membuatku berpikir sudah berapa
kali dia melatih pembicaraan ini.
“Gak ada yang perlu dijelasin.” Kataku dingin masih berusaha menutup pintu.
“Please… aku tahu kamu marah banget, tapi seenggaknya kasi aku kesempatan
buat ngejelasin yang sebenarnya, setelah itu terserah kalau kamu mau ngusir
aku.” Dia menatapku dengan pandangan memohon.
Aku memberanikan diri menatapnya. Dia kelihatan kacau banget. Ada
lingkaran hitam di bawah matanya dan rambutnya acak-acakan. Tapi itu gak
membuatku luluh.
“Apa yang perlu dijelasin.. APA JAMES.. semuanya udah jelaskan. KAMU
SELINGKUH SAMA CEWEK ITU. KAMU SELINGKUH JAMES!!.” Aku berteriak ke arahnya
dengan air mata yang lagi-lagi mengalir. Sialan kenapa aku gak bisa berenti
menangis.
James mengggeleng sedih, wajahnya terluka, seolah-olah aku menuduhnya
selingkuh, tapi dia memang selingkuh kan.
“Itu gak bener. Kamu salah paham. Aku gak bakalan pernah dan gak bakalan
bisa selingkuh dari kamu. Aku cinta sama kamu.”
“CINTA??? CINTA??? Haha..” aku tertawa, yang kedengarannya aneh banget
karena aku juga sedang menangis. “Simpan kata-kata itu buat cewek barumu. Aku
gak butuh omong kosong.”
“Dia bukan cewek baruku.” Katanya tegas. “Kamu salah paham.”
“Bagian mananya yang salah paham?? Oh ya aku tahu, aku salah paham karena
udah ngira kamu cinta beneran sama aku, karena nyatanya kamu cuma mainin aku!!”
“Aku gak mainin kamu.!!” James mulai kedengaran tidak sabar. “Aku cinta sama
kamu dari pertama ketemu kamu sampai sekarang. Kenapa kamu gak bisa percaya,
sih!!”
“Karena kamu ketauan ciuman sama cewek lain. Kamu pernah bayangin gak
rasanya liat pacar kamu ciuman sama orang lain, sedangkan sebelumnya dia
mesra-mesraan sama kamu. Sakit James.. SAKIT!!” aku menunjuk jantungku sendiri
air mataku sudah berhenti mengalir kerena rasa marah.
“Oke. Soal itu, aku jujur. Aku memeng ciuman sama Miranda…..”
“Hah… kamu masih berani bilang kamu gak mainin aku” aku memotong
kata-katanya. Hati ku tambah sakit, padahal sampai tadi aku berharap itu cuma
sekedar gosip.
“Tapi gak seperti yang kamu kira.. itu skenario dari pihak manajemen untuk
menaikkan popularitas kami—aku dan Miranda. Aku sma sekali gak ada
apa-apa sama dia.” James meraih tangan ku dan menggenggamnya, tapi aku
menepisnya.
“Wah wah… kalian memang artis yang hebat, sampai-sampai keliatannya
menikmati banget ciuman pura-pura itu.” Kataku sarkastis.
James mendesah, dia menarik rambutnya frustasi. “Aku ngomong jujur. Yang aku
cinta dan sayang cuma kamu. Gak ada tempat buat cewek lain, kamu gak tahu kan
gimana stress nya aku kalau gak bisa ketemu kamu.”
“Oh masa.. bukannya kamu selalu ngebatalin janji kita.”
“Itu bukan mauku. Dengar, aku ngerti urusan artis ini memang sulit kamu
terima, tapi please.. jangan buat aku tambah bingung, aku sudah cukup lelah
dengan urusan BTR, tolong jangan kamu tambah lagi.”
Ucapannya tambah menyulut emosiku. “Jadi begitu. Aku cuma nambahin beban
kamu aja. Kamu gak ada niat buat memperbaiki hubungan kita. Kamu udah bosen,
dan sekarang mau ngebuang aku gitu aja.”
“Aku gak bilang gitu, aku cuma…”
“Gak James. Aku sadar diri kok. Aku memang gak pantas buat artis besar kayak
kamu, aku cuma cewek udik yang gak ngerti apa-apa soal dunia keartisan. It’s ok
James.. aku ngerti.”
“aku gak..” dia tergagap.
“sekarang kamu gak perlu lagi mikirin aku. I’m done with you. We broke up
James. Go meet Miranda and you can start a new relationship with her, she’s an
artist, she knows your world so well.”
“What????? No!!!.. you cant do this.. I love you.. I don’t want to lose you”
James terperangah shock.
“Fuck it. WE BROKE UP. KITA PUTUS!!!!”
Dan dengan begitu aku membanting pintu tepat di depan wajahnya.
***
No comments:
Post a Comment