Sunday, April 29, 2012

You're Not Gonna Be Invisible


“Carlos...”

Aku menoleh kebelakang. James berlari menghampiriku. Dia menyampirkan handuk dan tas di bahu kirinya. Jelas sekali dia baru selesai berlatih baseball.

“Dude.. keberatan kalau aku menumpang? Katrina masih di bengkel.”

Yang dia panggil Katrina itu mobilnya, orang aneh memang, dia sangat menyayangi mobil porschenya itu sampai-sampai repot menamainya.

Aku hanya mengangguk dan berjalan bersamanya ke parkiran langsung menuju mobilku. Aku menyusupkan diri di kursi kemudi, sementara James mengambil tempat disebelahku. Dan kami berlalu dari sana. Sekolahku.

“Kau pasti rapat lagi ya...” kata James membuka pembicaraan.

“Ya.. rapat rutin, biasalah..”

“Heran kenapa sih kau tertarik banget sama jurnalistik.. itu kan gak cowok banget, Man..” dia meninju bahuku pelan.

Aku hanya tertawa. “Jadi bermain baseball sepertimu itu kegiatan yang cowok banget begitu?”

“Hey.. semua orang suka baseball.. kau saja yang aneh..”

“Aku tidak aneh,.. aku suka baseball, menonton setidaknya... tapi aku bukanlah orang yang lincah dilapangan.”

“Yeah.. kau lebih lincah dengan kertas, dan kata-kata romantis itu.. duh”

Aku tertawa lagi.

“Serius nih.. aku pernah baca artikelmu di koran sekolah, kau menulis puisi kan.. dan jujur man, kau itu perayu ulang, kata-katamu bahkan bisa membuatku tersipu..”

“Oh tidak..” kataku dramatis.

“Kenapa?”

“Jangan bilang kau naksir aku.”

James menghadiahiku sebuah jitakan.

“Hey aku kan sedang menyetir!”

“Jangan bercanda.. kau kira cowok macam apa aku ini..”

Aku tertawa terbahak-bahak,. “Ya habis kau ngomong seperti itu.”

James mencibir. “Just saying man.. tapi kenapa kau belum juga bisa mendapatkan Sammy?.”

Jantungku tiba-tiba berpacu dua kali lipat lebih cepat begitu mendengar nama itu disebut. “Dan apa hubungannya ini dengan Sammy?”

“Oh ayolaaah.. kau kira aku tidak tahu, kau ikut kegiatan Koran sekolah cuma untuk mengejar Sammy kan.”

Aku terdiam.

“Herannya dude, kok kau bisa suka cewek kayak dia sih? Well dia cantik sih, kalau saya dia mau lebih bergaul dan memakai pakaian yang sedikit, kau tahu.. mengundang kita untuk menggodanya dan sedikit saya memoleskan make up diwajah mulusnya itu. Tapi yang dia kenakan setiap hari cuma blus longgar dan celana jins longgar.  Maksudku siapa yang mau melihatnya kalau seperti itu.”

“Sammy bukan cewek seperti itu.” Kataku tegas.

“Santai man.. aku tahu.. Cuma kasih saran nih, kau bisa saja mendapatkan dia malam ini juga, kalau  kau lebih berani sedikit saja. Maksudku, dia tidak mungkin menolakmu kan.”

Aku menghentikan mobilku di depan rumahnya.

“Well sudah sampai rupanya. Thanks man...” dia menepuk bahuku sekali, kemudian keluar.

Aku memacu mobilku lagi, menuju rumah.

***
Aku merebahkan diri di temaat tidurku. Memikirkan kata-kata James tadi.

Dia benar, aku bergabug dengan tim koran sekolah memang hanya untuk mengejar Sammy. Cewek yang sudah aku cintai sejak aku masih di sekolah dasar. Ya aku tahu.. kedengarannya memang konyol. Jaman sekarang mana ada cinta sejati seperti ini. Tapi well itulah yang aku rasakan.

Namun aku tak pernah berani mengutarakan perasaan ku padanya. Tidak.. bukan karena aku tidak pernah mendapatkan kesempatan. Aku setiap hari bertemu dengannya, dan tidak jarang berduaan saja dengannya—karena dia menjabat sebagai editor dan aku, selain menulis puisi atau terkadang lagu, juga merangkap sebagai pengatur tata letak. Jadi bisa dipastikan kami sering bertemu.

Entahlah, aku juga tak tahu kenapa aku begitu pengecut. Aku cukup percaya diri kok, seperti yang dibilang James tadi, Sammy tidak mungkin menolakku. Bukannya aku terlalu melebih-lebihkan atau apa. Well, meminjam kata-kata cewek-cewek disekolahku, aku ini  bisa dibilang cute, penampilanku lumayan keren dan aku cool. Aku bahkan bisa membuat daftar cewek-cewek yang pernah nekat mengajakku kencan. Dan kata James aku juga romantis. Jadi, Sammy bukanlah masalah besar untuk aku taklukan.

Hanya saja, aku selalu menjelma menjadi idiot tak berotak, yang canggung dan kikuk, kalau berhadapan dengan Sammy. Entah mantra apa yang dimilikinya. Yang aku tahu, aku jatuh cinta padanya, setiap hari semakin cinta.

Sammy bukanlah tipe cewek yang suka berdandan dan mengikuti mode, seperti cewek-cewek berotak udang lain di sekolahku. Dia pendiam, selalu menghabiskan waktunya di depan komputer, bahkan saat makan siangpun dia lebih suka menyendiri di ruang redaksi, dan makan siang disana. Aku tak berani menanyakan kenapa.

Kami sudah bersama sejak sekolah dasar, maksudnya bersama adalah sekolah di tempat yang sama, bukan bersama yang kau tahu, tak terpisahkan. Tapi aku tak terlalu dekat dengannya. Aku hanya memperhatikannya dari jauh. Merekam setiap kegiatan yang dia lakukan. Memastikan otakku mengingat setiap tawa, dan senyumnya. Aku bahkan tahu dia mempunyai kebiasaan memelintir ujung rambutnya kalau gugup. Kebiasaan yang aku anggap menggemaskan.

Tapi tetap saja itu tidak membawaku ke tahap yang lebih jauh. Aku tetaplah seorang penguntit, yang menunggu kesempatan untuk bisa mengenalnya lebih jauh.

***

“Shit..” kunci mobilku tertingal di ruang rapat. Bodohnya aku baru menyadarinya ketika sudah sampai di mobil, yang berarti aku harus memutari lagi gedung sekolah ini, karena ruang rapat koran sekolah letaknya jauh di belakang gedung utama. Kenapa aku bisa seteledor ini sih. Mungkin karena aku terlalu memperhatikan Sammy tadi, dia kelihatan sedih, aku ingin sekali mengetahui penyebabnya tapi bahkan mengucapkan Hai saja aku tak bisa.

Ruangan itu sepi, seluruh pengurus sudah pergi dan hampir seluruh sekolah juga sudah pulang. Aku menemukan kunciku tergeletak di meja. Namun begitu aku akan keluar, aku mendengar isakan tertahan di ruang sebelah. Ruang kerja Sammy, khawatir aku langsung mengeceknya, dan benar saja. Dia duduk di pojok ruangan, menunduk memeluk lututnya, terisak. Hatiku sakit melihatnya seperti itu, siapa orang yang berani mengusik Sammy.

“Sammy kau kenapa?” aku berjongkok disebelahnya, sudah setengah jalan merangkulnya ke dalam pelukanku, tapi aku urungkan niatku. Hal terakhir yang aku inginkan adalah Sammy berpikir yang tidak-tidak tentangku.

Dia mengangkat wajahnya. Matanya sembab, hidungnya merah. Tuhan, aku bersumpah kalau aku tahu siapa yang membuat Sammyku seperti ini aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri.

“Carlos.. apa yang kau lakukan disini?” cepet-cepat dia menghapus air matanya.

“Sammy kau kenapa? Siapa yang membuatmu menangis??”.

“Aku tak apa-apa, aku..... aku harus pergi.” Dia bergegas berdiri. Tapi aku tak akan membiarkannya lari seperti itu, aku harus tahu siapa yang membuatnya menangis seperti ini atau aku tak akan pernah bisa tidur tenang.

“Kau tidak kelihatan tak apa-apa... Sammy just tell me who did this to you” kataku sambil menarik tangannya.

“And what will you do if i tell you??? Kau bukan siapa-siapa kenapa peduli sekali padaku??”

Aku tercekat. Dia benar, aku bukan siapa-siapa aku tak ada hak untuk mencampuri urusannnya. Mungkin saja dia baru putus dengan pacarnya. Pikiran itu membuat hatiku lebih sakit. Kenapa tak pernah terpikir olehku sebelumnya bahwa Sammy mungkin punya pacar. Aku terlalu tidak mengenal Sammy.

“Aku... aku hanya ingin membantu.” Kataku pelan, melepaskan tangannya. “Tapi yah.. kau benar, aku bukan siapa-siapa.”

Sammy terdiam, dia masih terisak. Sesaat aku mengira dia tak akan mengatakan apa-apa, tapi ketika aku beranjak pergi, dia menghentikanku.

“Maaf.. aku tak bermaksud kasar. Hanya saja.....aku tak tahan lagi.”

“Tak tahan terhadap apa? Sammy kau bisa menceritakannya padaku.”

Dia menatapku, air mata masih menggenang di pelupuk matanya. Melihatnya seperti itu, benar-benar menyakiti hatiku. Membuatku ingin merengkuhnya, menenangkannya bahwa semua baik-baik saja.

Aku menarik tangannya untuk duduk, dia mengikuti tanpa membantah. Aku bersandar di tembok, menunggunya bercerita.

“Kau mungkin tak tahu apa-apa tentangku. Aku menjalani hidup yang berat Carlos, kau tak tahukan bahwa aku sering dibully..”

Ucapannya membuat darahku mendidih. “Kau dibully??? Oleh siapa?????”

Sammy mungkin menyadari kemarahan di suaraku tapi aku tak peduli.

“Mereka.. semua anak-anak itu, aku tak tahu salahku apa. Mereka selalu menggangguku. Itulah kenapa aku selalu menyendiri. Menghabiskan jam istirahatku disini. Aku takut menghadapi mereka.”

“Kenapa kau tak pernah menceritakannya padaku.?”

Dia menatapku bingung. “Untuk apa? Tak ada yang bisa kau lakukan.  Kita bahkan jarang mengobrol. Untuk apa aku memberitahu masalahku padamu, kau pasti akan menganggapku aneh.”

“aku tak akan pernah menganggamu aneh.”kataku dalam hati. Tapi aku tak mengatakannya dengan lantang. Sammy benar,kami tak pernah berkomunikasi. Ini mungkin pertama kalinya kami berbincang lebih dari sepatah dua patah kata.

“Keadaan dirumah juga tak jauh beda. Orang tuaku sepertinya tak menginginkan anak sepertiku. Tak peduli seberapa besar prestasi yang aku dapat disekolah, mereka tak pernah melihatku dan berkata ‘Aku bangga padamu’. Tidak.. mereka cuma disana, seolah-olah aku tidak ada.” Dia menangis lagi, aku memberanikan diri merangkulnya. Dia tak protes. Aku meremas pundaknya lembut, menenangkan.

“Aku tak punya teman, aku selalu merasa tak terlihat. Aku bahkan tak pernah berkencan seumur hidupku. I’m  Invisible Carlos.. i’m invisible for them all.”

“You’re not invisible for me..”

Dia mendongak menatapku, aku menghapus air matanya. Tak sepantasnya dia menangisi orang-orang tolol yang bahkan tak sanggup melihat keindahan dalam dirinya.

“You’re not gonna be invisible for me. Kau tak tahu seberapa sering aku memperhatikanmu. Seberapa besar aku ingin mengobrol denganmu. Kau tak tahukan bahwa sejak kita di sekolah dasar dulu, sejak kita bersama-sama mengikuti camp musim panas. Aku sudah mencintaimu. Kau tak perlu menangis hanya karena orang lain tak menganggapmu ada. Karena kau tahu Sammy, aku disini, aku selalu disini untukmu.” Ya itu dia, aku sudah mengutarakan perasaanku padanya. Bodoh, kenapa aku tidak bisa mengatakannya dengan cara yang lebih romantis.

“Kau apa????” Sammy kelihatan benar-benar terkejut.

“Aku mencintaimu, dan aku tak bisa melihatmu sedih seperti ini. Please Sammy, jangan menangis lagi.”

Sammy terdiam menatapku.

“Oke, mungkin itu tadi kedengaran konyol tapi aku benar-benar mencintaimu, aku....”

“Tidak Carlos..” dia memotong kata-kataku. “Itu adalah hal termanis yang pernah seseorang ucapkan padaku.” Sammy tersenyum lembut.

Perutku menggembung karena perasaan bahagia, aku balas tersenyum padanya.

“Aku akan menjagamu, aku tak akan membiarkanmu menagis lagi. You might be invisible for them, but not for me.”

 “Terimakasih Carlos. Terimakasih.” Bisiknya.

Aku mendekap wajahnya, menghapus sisa-sisa air mata disana, kemudian menciumnya lembut.

***

“Apa ini?” tanya Sammy ketika aku memberikannya selembar kertas.

“Sebuah lagu, untukmu. Aku akan menyanyikannya nanti saat prom.”

“Untukku???”

Aku mengangguk. “Bacalah...”

Dia membacanya. Menelusuri setiap kata yang aku tulis untuknya.

“Bagaimana???” tanyaku begitu dia selesai membaca.

Dia tak berkata apa-apa. Tapi memelukku erat, aku tersenyum dan balas memeluknya.

Do you ever wonder, when you listen to the thunder
and your world just feels so small
put yourself on the line and time after time
keep feeling inside that they don’t know you’re alive
are you out of mind or just invisible

but i won’t let you fall
i’ll see you, through them all
and i just wanna let you know

oh, when the lights go down in the city
you’ll be right there shining bright
you’re a star and the sky’s the limit
and i’ll be right by your side
oh, you know, you’re not invisible to me
oh, you know, you’re not gonna be invisible

do you ever think of, what you’re standing at the brink of
feel like giving up, but you just can’t walk away
and night after night, always trying to decide
are you gonna speak out or get lost in the crowd
do you take a chance or stay invisible?

but i won’t let you fall
i’ll see you, through them all
and i just wanna let you know

oh, when the lights go down in the city
you’ll be right there shining bright
you’re a star and the sky’s the limit
and i’ll be right by your side
oh, you know, you’re not invisible to me
oh, you know, you’re not gonna be invisible

gotta look far, i’ll be where you are
i wish you could see what i see
so don’t ask why, just look inside
baby it’s all you need
and i don’t understand why you won’t (you won’t)
take my hand and go
cause you’re so beautiful
and every time that

oh, when the lights go down in the city
you’ll be right there shining bright
you’re a star and the sky’s the limit
and i’ll be right by your side
oh, you know, you’re not invisible to me
oh, you know, you’re not gonna be invisible

oh, when the lights go down in the city
you’ll be right there shining bright
you’re a star and the sky’s the limit
and i’ll be right by your side
oh, you know, you’re not invisible to me
oh, you know, you’re not gonna be invisible


For:   Sammy


***

credit: Invisible- Big Time Rush

No comments:

Post a Comment